Mengajar di Highlands, Papua New Guinea

PNG_Teaching-in-the-Highlands-of-PNG_Benedicta_with_Bible_students_w630PNG_Teaching-in-the-Highlands-of-PNG_Benedicta_w300Masa tiga tahun di Papua Nugini hampir berakhir, Sr. Marie Benedicta Sim mulai merefleksikan karya-karyanya selama berada di Highlands. Suster memimpin berbagai pelayanan ibadat , mengajar kelasa bahasa Pidgin kepada orang-orang yang menderita penyakit HIV, dan mengadakan studi Kitab Suci umat disana (dewasa dan kaum muda) di Paroki Banz dan juga kepada mereka yang menderita penyakit HIV.

“Walaupun Papua Nugini adalah negara Kristiani namun mereka tidak mempunyai Kitab Suci. “Saya merasa beruntung menyelesaikan studi kitab Suci dari Kitab Kejadian sampai Wahyu bersama lima kelompok dewasa dan kaum muda,” katanya.

“Tidak cukup tersedianya sekolah bagi anak-anak untuk bersekolalah. Dan juga, tidak cukup tersedianya pekerjaan bagi orang muda yang telah menyelesaikan sekolahnya. Jadi seringkali banyak orang muda berjalan keliling karena sedikit yang dikerjakan. Dengan memberi studi Kitab Suci bagi kaum muda menjadi satu cara yang membangun untuk memanfaatkan waktu mereka,” Sr. Marie Benedicta menambahkan.

Lima puluh persen dari penduduk PNG buta huruf. Dengan menyediakan kelas Bahasa Pidgin sungguh membantu mereka dalam pembelajaran dan pengembangan. “Saya mengalami sungguh sulit untuk mendukung mereka yang buta huruf dalam mewujudkan mempi mereka di dunia yang canggih ini. Oleh karena itu Sekolah Tok Pidgin memberikan kepada orang-orang ini kesempatan lain untuk mengungkapkan diri mereka. Dengan mengajarkan bagaimana membaca dan menulis, ada kemungkinan juga untuk bisa belajar menjahit, memasak dan computer.

PNG_Teaching-in-the-Highlands-of-PNG_Benedicta_with-lang-students_01_w300“Seorang wanita yang memiliki kualitas kepimpinan membantu saya di kelas Sastra Pidgin dan saya melatihnya dengan berbagai cara tentaang pengajaran Kitab Suci, menjahit, program teknis dan keahlian managemen. Dia seorang yang penuh semangat dan antusiasme untuk melaksanakan tugas bagi mereka yang miskin khususnya para penderita ,” Lanjut Sr. Marie Benedicta.

Suster menyebutkan bahwa dengan mengumpulkan orang-orang untuk berdoa saat ada acara khusus sungguh merupakan karya yang sangat positif  dimana beliau juga terlibat dalam perayaan khusus itu. Peserta kelompok doa merefleksikan tahun yang berlalu dan berbagi pengalaman iman satu sama lain.

Selama tahun-tahun itu, Suster aktif terlibat dalam Kongres AIDS Internasional di wilayah Asia Pasifik (ICAAP) dan baru-baru ini menghadiri Kongres Tahunan yang ke-11 di Bulan November. Selama pertemuan ini beliau sempat mewawancarai beberapa pemimpin penting dari berbagai iman kepercayaan yang terkena dampak HIV.  Sr. Marie Benedicta melihat Gereja sebagai suatu gereja yang penuh cinta dan berbelaskasih serta percaya bahwa kita harus hidup seutuhnya dengan menghargai martabat orang lain.

“masing-masing kita berharga dan dicintai oleh Tuhan sebagaimana kita adanya. Manusia seperti not music yang berbeda yang bersama-sama hidup dalam harmoni,  mengetarkan dan memberi keindahan sebagai karya musik. Karya musik yang agung ini untuk membangun JPIC atau KPKC ( Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan)  yaitu KERAJAAN ALLAH.”